Jumat, 06 April 2012

foto darun najah al falah






KH. RIDHWAN ABDULLAH: PENCIPTA LAMBANG NAHDHATUL ULAMA (NU)


KH. RIDHWAN ABDULLAH: PENCIPTA LAMBANG NAHDHATUL ULAMA (NU)

oleh M.Awaludin pada 8 april 2012 pukul 12:01 ·www.darunnajah.blogspot.com


Di antara ulama pondok pesantren, ada seorang ulama yang memiliki keahlian melukis. Beliau adalah KH. Ridhwan Abdullah (selanjutnya dibaca Kyai Ridhwan Abdullah). Banyak jasa beliau di bumi Indonesia terutama di kalangan Jam’iyah Nahdhatul Ulama. Dalam kancah ulama NU, beliau dikenal sebagai pencipta lambang NU. 

Secara kebetulan, sehari sebelum Muktamar digelar, Kyai Ridhwan Abdullah mendapatkan petunjuk lewat mimpi seusai melaksanakan shalat Istikharah. Dalam mimpi itu muncul gambar bola dunia yang dilingkupi tali dan sembilan bintang. Keesokan harinya petunjuk itupun digambar oleh Kyai Ridhwan Abdullah di atas selembar kain dan ditambahi tulisan arab Nahdhatul Ulama sebagai hasil kreasinya. Setelah jadi, gambar tersebut disodorkan kepada para Kyai dan serentak mereka menyetujui. Maka jadilah lambang NU seperti yang kita kenal dan kita lihat sekarang ini.
KANAK-KANAK
Sang Pencipta Lambang Nahdhatul Ulama yang elegan itu adalah anak sulung dari enam bersaudara dari pasangan Kyai Abdullah dan Nyai Marfu’ah, lahir di kampung Carikan Gang I, Praban, Kelurahan Alun-alun Contong, Kecamatan Bubutan, Surabaya, pada tahun 1884.

Pendidikan dasarnya diperoleh di sekolah Belanda. Agaknya di situlah, dia mendapatkan pengetahuan teknik dasar menggambar dan melukis. Dia tergolong murid yang pintar, sehingga ada orang Belanda yang ingin mengadopsinya. Belum selesai sekolah di situ, orangtuanya kemudian mengirimnya ke Pesantren Buntet di Cirebon. Ayah Kyai Ridhwan, Abdullah, memang berasal dari Cirebon, Ridwan adalah anak bungsu.

Setelah lulus dari sekolah setingkat Sekolah Dasar, beliau mondok di sejumlah pesantren, di antara salah satunya adalah di pesantren Syeikh Kholil Bangkalan. Beliau ikut ndalem Syeikh Kholil, membantu urusan rumah tangga Syeikh Kholil, seperti bersih-bersih rumah, mencuci pakaian dan mengasuh putera Syeikh Kholil dan lain-lain. Setelah lama nyantri di pesantren Syeikh Kholil dan membantu urusan rumah tangganya, suatu ketika Syeikh Kholil berteriak:
“Maling, maling….! Sambil menuding ke arah Kyai Ridhwan Abdullah.

Serentak saja ia lari pontang panting demi menghindari amukan para santri yang membawa alat pukul sekenanya. Untung Kyai Ridhwan Abdullah berhasil lolos, sehingga tidak babak belur diamuk para santri.

Sampai di rumah diceritakanlah apa yang terjadi kepada orang tuanya yang terkejut melihat penampilan anaknya yang dekil dan lusuh. Mendengar itu, ayahnya pergi ke Bangkalan guna melakukan klarifikasi. Alangkah kagetnya Kyai Abdullah (ayah Kyai Ridhwan), sebelum satu patah kata pun diucapkan, Syeikh Kholil Bangkalan sudah berkata terlebih dahulu:
Anakmu itu nakalan, wong sudah pinter, sudah banyak menguasai ilmuku, kok masih betah di sini, kalau tidak pakai cara itu, dia tidak akan mau pulang” Jelas Waliyullah itu. Subhanallah ...

Setelah itu Kyai Ridhwan Abdullah  meneruskan belajarnya di Tanah Suci. Bahkan sempat dua kali, pertama dari tahun 1901 sampai tahun 1904, dan yang kedua dari tahun 1911 sampai tahun 1912. Maka mulai dari tahun 1912 inilah, beliau pulang ke Tanah Air dan menetap di Surabaya.

TENTANG BELIAU
Kyai Ridhwan Abdullah dikenal sebagai Kyai yang dermawan. Setiap anak yang berangkat mondok dan sowan ke rumah beliau, selain diberi nasihat juga diberi uang, padahal beliau sendiri tidak tergolong orang kaya.

Di kalangan ulama pondok pesantren, Kyai Ridhwan Abdullah dikenal sebagai ulama yang memiliki ilmu pengetahuan agama dan pengalaman yang luas. Pergaulan beliau sangat luas dan tidak hanya terbatas di kalangan pondok pesantren.

Di samping itu, beliau dikenal sebagai ulama yang memiliki keahlian khusus di bidang seni lukis dan seni kaligrafi. Salah satu karya beliau adalah bangunan Masjid Kemayoran Surabaya. Masjid dengan pola arsitektur yang khas ini adalah hasil rancangan Kyai Ridhwan Abdullah.

Sebagai Kyai, Ridhwan Abdullah lebih banyak bergerak di dalam kota. Dalam beberapa hal, dia tidak sependapat dengan Kyai yang tinggal di pedesaan. Misalnya, sementara Kyai di pedesaan mengharamkan kepiting, ia justru menghalalkannya.

Ia dapat dikategorikan sebagai Kyai inteletual. Pergaulannya dengan tokoh nasionalis seperti Bung Karno, Dr. Sutomo, dan H.O.S Tjokroaminoto cukup erat. Apalagi, tempat tinggal mereka tidak berjauhan dengan rumahnya, di Bubutan Gang IV/20.

Kyai Ridhwan Abdullah dikenal sebagai Kyai yang low profile, baik dalam bermasyarakat maupun dalam berorganisasi,  bersahaja dan sederhana. Meskipun di rumah mertuanya tersedia beberapa kereta kuda bahkan ada juga sepeda motor, untuk keluar rumah, Kyai Ridhwan Abdullah lebih memilih berjalan kaki dengan kitab salaf di tangan kanan dan payung hitam di tangan kirinya. Biasanya, di belakangnya ikut satu dua anak kecil yang dengan setia mengikutinya, baik sekedar untuk bermain hingga menghadiri pengajian yang dipimpinnya. Nampaknya, gemerlap harta tidak membuat Kyai Ridhwan Abdullah  terlena (bahkan di kemudian hari, beliau rela menjual beberapa tokonya demi NU). Hari-hari beliau disibukkan dengan hal-hal ukhrawi. Hampir tiap malam beliau mengisi pengajian dari mushalla atau masjid satu ke lainnya, masuk keluar kampung.

Semasa hidupnya Kyai Ridhwan Abdullah sempat menikah dua kali. Dari pernikahan pertama lahir KH. Mahfudz, KH. Dahlan (keduanya anggota TNI) dan Afifah. Setelah sang istri wafat, beliau menikah lagi hingga lahir juga tiga anak, yaitu KH. Mujib Ridhwan, KH. Abdullah Ridhwan dan Munib.

Beliau adalah salah satu motor penggerak lahirnya Nahdhatul Ulama, selain Kyai Wahab Chasbullah dan Mas Alwi. Kyai Wahab Chasbullah dengan gagasan-gagasan cemerlangnya, Mas Alwi dengan usulan namanya dan Kyai Ridhwan Abdullah dengan desine lambangnya.

PERJUANGAN BELIAU
Kyai Ridhwan Abdullah tidak memiliki pondok pesantren. Tetapi beliau dikenal sebagai guru agama, muballigh yang tidak kenal lelah. Beliau diberi gelar Kyai Keliling’. Maksudnya Kyai yang menjalankan kewajiban mengajar dan berdakwah dengan keliling dari satu tempat ke tempat yang lainnya.

Biasanya, Kyai Ridhwan Abdullah mengajar dan berdakwah pada malam hari. Tempatnya berpindah-pindah dari satu kampung ke kampung lainnya dan dari satu surau ke surau yang lain. Daerah-daerah yang secara rutin menjadi tempat beliau mengajar adalah kampung Kawatan, Tembok dan Sawahan.

Sebelum Nahdhatul Ulama (NU) berdiri, Kyai Ridhwan Abdullah mengajar di Madrasah Nahdhatul Wathan –lembaga pendidikan yang didirikan oleh Kyai Wahab Chasbullah pada tahun 1916. Beliaulah yang berhasil menghubungi Kyai Mas Alwi untuk menduduki jabatan sebagai kepala Madrasah Nahdhatul Wathan menggantikan Kyai Mas Mansyur. Beliau juga terlibat dalam kelompok diskusi Tashwirul Afkar (1918), dua lembaga yang menjadi embrio lahirnya organisasi Nahdhatul Ulama (NU). Ketika NU sudah diresmikan, ia aktif di Cabang Surabaya dan mewakilinya dalam muktamar ke-13 NU di Menes, Pandeglang, pada tanggal 15 Juni 1938.

Dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia Kyai Ridhwan Abdullah ikut bergabung dalam barisan Sabilillah. Pengorbanan beliau tidak sedikit, seorang puteranya yang menjadi tentara PETA (Pembela Tanah Air) gugur di medan perang. Pada tahun 1948, beliau ikut berperang mempertahankan kemerdekaan RI dan pasukannya terpukul mundur sampai ke Jombang.

Banyak jasa perjuangan Kyai Ridhwan Abdullah, di antaranya beliaulah yang mengusulkan agar para syuhada yang gugur dalam pertempuran 10 Nopember 1945 dimakamkan di depan Taman Hiburan Rakyat (THR). Tempat inilah yang kemudian dikenal dengan Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa.

Kyai Ridhwan Abdullah sendiri meninggal dunia tahun 1962, dan dimakamkan di pemakaman Tembok, Surabaya. Bakat dan keahlian beliau dalam melukis diwarisi oleh seorang puteranya, KH. Mujib Ridhwan.

JASA BELIAU
Nama Kyai Ridhwan Abdullah tidak bisa dipisahkan dari sejarah pertumbuhan dan perkembangan Jamiyah Nahdhatul Ulama. Pada susunan pengurus NU periode pertama, Kyai Ridhwan Abdullah masuk menjadi anggota A’wan Syuriyah. Selain menjadi anggota Pengurus Besar NU, beliau juga masih dalam pengurus Syuriyah NU Cabang Surabaya.

Pada tanggal 12 Rabiul Awal 1346 H, bertepatan dengan tanggal 9 Oktober 1927 diselenggarakan Muktamar NU ke-2 di Surabaya. Muktamar berlangsung di Hotel Peneleh. Pada saat itu peserta muktamar dan seluruh warga Surabaya tertegun melihat lambang Nahdhatul Ulama yang dipasang tepat pada pintu gerbang Hotel Peneleh. Lambang itu masih asing karena baru pertama kali ditampilkan. Penciptanya adalah Kyai Ridhwan Abdullah.

Untuk mengetahui arti lambang NU, dalam Muktamar NU ke-2 itu diadakan majelis khusus, pimpinan sidang adalah Kyai Raden Adnan dari Solo. Dalam majelis ini, pimpinan sidang meminta Kyai Ridhwan Abdullah menjelaskan arti lambang NU.

Secara rinci Kyai Ridhwan Abdullah menjelaskan semua isi yang terdapat dalam lambang NU itu. Beliau menjelaskan:
“Lambang tali adalah lambang agama. Tali yang melingkari bumi melambangkan Ukhuwah Islamiyah kaum muslimin seluruh dunia. Untaian tali yang berjumlah 99 melambangkan Asmaul Husna. Bintang besar yang berada di tengah bagian atas melambangkan Nabi Besar Muhammad SAW. Empat bintang kecil samping kiri dan kanan melambangkan Khulafaur Rasyidin, dan empat bintang di bagian bawah melambangkan madzhabul arbaah (empat madzhab). Sedangkan jumlah semua bintang yang berjumlah sembilan melambangkan Wali Songo.

Setelah mendengarkan penjelasan Kyai Ridhwan Abdullah, seluruh peserta majelis khusus sepakat menerima lambang itu. Kemudian Muktamar ke-2 Nahdhatul Ulama memutuskannya sebagai lambang Nahdhatul Ulama. Dengan demikian secara resmi lambang yang dibuat oleh Kyai Ridhwan Abdullah menjadi lambang Nahdhatul Ulama.

Sesudah upacara penutupan Muktamar, Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari memanggil Kyai Ridhwan Abdullah dan menanyakan asal mula pembuatan lambang NU yang diciptakannya. Kyai Ridhwan Abdullah menyebutkan bahwa yang memberi tugas beliau adalah Kyai Wahab Chasbullah. Pembuatan gambar itu memakan waktu satu setengah bulan.

Kyai Ridhwan Abdullah juga menjelaskan bahwa sebelum menggambar lambang NU, terlebih dahulu dilakukan shalat istikharah, meminta petunjuk kepada Allah SWT. Hasilnya, beliau bermimpi melihat sebuah gambar di langit yang biru jernih. Bentuknya persis dengan gambar lambang NU yang kita lihat sekarang.

Setelah mendengar penjelasan Kyai Ridhwan Abdullah, Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari merasa puas. Kemudian beliau mengangkat kedua tangan sambil berdoa. Setelah memanjatkan doa beliau berkata:
Mudah-mudahan Allah mengabulkan harapan yang dimaksud di lambang Nahdhatul Ulama. 

KISAH PENCIPTAAN LAMBANG NAHDHATUL ULAMA (Muktamar NU Ke-2, Surabaya 1927)
NU dikenal sebagai ormas yang memiliki nama-nama legendaris seperti: Symbol Jagat, Bintang Sembilan, juga dikenal sebagai ormas yang memiliki Lambang Bumi. Lambang-lambang itu memiliki makna yang terus menemukan relevansi. Symbol tersebut juga mengalami perkembangan sesuai dengan dinamika zaman. Kedalaman makna symbol NU tersebut bisa dilihat dari proses penciptaannya, yang memang mengatasi kondoisi-kondisi manusiawi, sehingga makna yang disebarkan juga melampaui zaman.



Alkisah, menjelang Muktamar yang waktu itu lazim disebut Kongres, walaupun dalam dokumen resmi kata Muktamar juga digunakan. Dalam Muktamar NU ke-2 bulan Rabiul Awal 1346 H bertepatan dengan bulan Oktober 1927, di Hotel Muslimin Peneleh Surabaya memiliki cerita tersendiri. Kongres ini rencananya diselenggarakan lebih meriah ketimbang Muktamar pertama Oktober 1926 yang persiapannya serba darurat. Kali ini muktamar dipersiapkan lebih matang hanya bidang materi, manajemennya, tetapi juga perlu disemarakkan dengan kibaran bendera. Dengan sendirinya bendera perlu simbol atau lambang.

Pada saat itu Muktamar kurang dua bulan diselenggarakan, tetapi NU belum memiliki lambang. Keadaan itu membuat Ketua Panitia Muktamar Kyai Wahab Chasbullah, cemas, maka diadakan pembicaraan empat mata dengan Kyai Ridhwan Abdullah di rumah Kawatan Surabaya. Semula pembicaraan berkisar pada persiapan konsumsi Kongres NU, yang ketika itu dipegang oleh Kyai Ridhwan Abdullah. Kemudian pembicaraan beralih kepada lambang yang perlu dimiliki oleh NU, sebagai identitas dan sekaligus sebagai mitos.

Selama ini memang Kyai Ridhwan Abdullah telah dikenal sebagai Ulama yang punya bakat melukis. Makanya Kyai Wahab Chasbullah meminta agar dibuatkan lambang NU yang bagus buat Jam’iyah kita ini agar lebih mudah mengenalinya. Tentu saja permintaan Kyai Wahab Chasbullah yang mendadak tersebut agak sulit diterima. Tetapi akhirnya disepakati juga demi kehebatan NU, maka Kyai Ridhwan Abdullah mulai mencari inspirasi.

Beberapa kali sketsa lambang dibuat. Tetapi semuanya dirasakan masih belum mengena di hati, maka gambar dasar tersebut diganti lagi sampai beberapa kali. Usaha membuat gambar dasar lambang NU tersebut sudah diulang beberapa kali dengan penuh kesabaran hingga memakan waktu satu bulan setengah dengan demikian Kongres sudah diambang pintu semestinya sudah diselesaikan.

Sampai tiba waktunya, Kyai Wahab Chasbullah pun datang menagih pesanan.

“Mana Kyai, lambang NU-nya?” Tanya Kyai Wahab Chasbullah.

Dijawab oleh Kyai Ridhwan:

“Sudah beberapa sketsa lambang NU dibuat. Tapi rasanya masih belum sesuai untuk lambang NU, karena itu belum bisa kami selesaikan.”

Mendengar jawaban itu Kyai Wahab Chasbullah mendesak:

“Seminggu sebelum Kongres sebaiknya gambar sudah jadi lho!!..

Melihat ketidakpastian itu Kyai Ridwan Abdullah hanya menjawab:

“Insya Allah.”

Bagaimanapun waktu untuk membuat gambar yang sempurna, sudah demikian sempitnya. Maka jalan yang ditempuh oleh Kyai Ridhwan Abdullah adalah melakukan shalat istikharah. Minta petunjuk kepada Allah SWT. Pada suatu ketika shalat malampun dilakukan. Seusai shalat Kyai  Ridhwan Abdullah tidur lagi. Dalam tidurnya Kyai Ridhwan Abdullah mendapat petunjuk melalui mimpi, ia tiba-tiba melihat sebuah gambar di langit biru. Bentuknya sama dengan lambang NU yang sekarang.

Pada waktu itu, jam dinding sekitar pukul 2 malam. Setelah terbangun dari tidur Kyai Ridhwan Abdullah langsung mengambil kertas dan pena. Sambil mencoba mengingat-ingat sebuah tanda di langit biru, dalam mimpinya, pelan-pelan symbol dalam mimpi tersebut dicoba divisualisasikan. Tak lama kemudian sketsa lambang NU pun jadi dan mirip betul dengan gambar dalam mimpinya.

Pada pagi harinya, sketsa kasar tersebut disempurnakan dan diberi tulisan Nahdhatul Ulama dari huruf Arab dan NU huruf latin. Dalam sehari penuh gambar tersebut dapat diselesaikan dengan sempurna. Maklum Kyai Ridhwan Abdullah adalah seorang pelukis yang berbakat.

Kesulitan yang kedua dihadapi oleh Kyai Ridhwan Abdullah adalah bagaimana mencari bahan kain untuk menuangkan lambang tersebut sebagai dekorasi dalam medan Kongres. Beberapa toko di Surabaya dimasuki, tak ada yang cocok karena warna-warna yang terlihat di dalam mimpi tak ada yang cocok dengan warna kain yang ada di toko-toko Surabaya.

Akhirnya Kyai Ridhwan Abdullah coba mencarinya ke Malang. Kebetulan kain yang dicari-cari ditemukan, sayang hanya sisa 4 X 6 meter. Walaupun jumlahnya hanya sedikit tapi tetap dibeli dan dibawa pulang ke Surabaya dan langsung dipotong sesuai dengan ukuran gambar yang sudah dirancang. Bentuk lambang NU itu dibuat memanjang ke bawah. Lebar 4 meter Panjang 6 meter, ini merupakan bentuk asli lambang NU.

Menjelang pembukaan Muktamar symbol NU telah dipasang di arena Muktamar yang megah. Symbol baru itu menambah keindahan suasana. Ketika Muktamar dibuka dan kepada Muktamirin diperkenalkan symbol baru tersebut, maka semua hadirin yang berjumlah 18 ribu orang itu berdecak kagum melihat gambar yang indah dan sakral tersebut. Symbol tersebut memang mewakili dinamika abad ke-19. Karena itu pada perjalanan berikutnya mengalami penyederhanaan sebagai pendinamisasian, sesuai dengan semangat zaman yang mulai bergerak menuju kemajuan, dan didorong oleh semangat perjuangan.

Lambang Nahdlatul Ulama (NU) dan Maknanya


Lambang Nahdlatul Ulama (NU) dan Maknanya

 
 
 
 
 
 
i
 
24 Votes
Quantcast
Nahdlatul Ulama adalah merupakan jam’iyah yang didirikan di Kertopaten, Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 M. Pertemuan itu, dihadiri oleh ulama se Jawa dan Madura dan diprakarsai oleh K.H. Abdul Wahab Hasbullah yang sekaligus sebagai tuan rumah.
Lambang
n-u-lambang
Dalam Anggaran Dasar NU, Pasal 4, disebutkan “Lambang Nahdlatul Ulama berupa gambar bola dunia yang dilingkari tali tersimpul, dikitari oleh 9 (sembilan) bintang, 5 (lima) bintang terletak melingkari di atas garis katulisitiwa, yang terbesar diantaranya terletak di tengah atas, sedang 4 (empat) bintang lainnya terletak melingkar di bawah katulisitiwa, dengan tulisan NAHDLATUL ULAMA dalam huruf Arab yang melintang dari sebelah kanan bola dunia ke sebelah kiri, semua terlukis dengan warna putih di atas dasar hijau.”
Arti Lambang
a. Gambar bola dunia
melambangkan tempat hidup, tempat berjuang, dan beramal di dunia ini dan melambangkan pula bahwa asal kejadian manusia itu dari tanah dan akan kembali ke tanah.
b. Gambar peta pada bola dunia merupakan peta Indonesia
melambangkan bahwa Nahdlatul Ulama dilahirkan di Indonesia dan berjuang untuk kejayaan Negara Republik Indonesia.
c. Tali yang tersimpul
melambangkan persatuan yang kokoh, kuat;
Dua ikatan di bawahnya merupakan lambing hubungan antar sesama manusia dengan Tuhan;
Jumlah untaian tali sebanyak 99 buah melambangkan Asmaul Husna.
d. Sembilan bintang yang terdiri dari lima bintang di atas garis katulistiwa dengan sebuah bintang yang paling besar terletak paling atas,
melambangkan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin umat manusia dan Rasulullah;
Empat buah bintang lainnya melambangkan kepemimpinan Khulaur Rasyidin yaitu Abu Bakar Ash Shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Empat bintang di garis katulisitiwa melambangkan empat madzab yaitu Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali.
Jumlah bintang sebanyak 9 (sembilan) melambangkan sembilan wali penyebar agama Islam di pulau Jawa.
e. Tulisan Arab “Nahdlatul Ulama”
menunjukkan nama dari organisasi yang berarti kebangkitan ulama. Tulisan Arab ini juga dijelaskan dengan tulisan NU dengan huruf latin sebagai singkatan Nahdlatul Ulama.
f. Warna hijau dan putih
warna hijau melambangkan kesuburan tanah air Indonesia dan warna putih melambangkan kesucian.
Sumber :
1) Anggaran Dasar NU
2) Pendidikan Aswaja/Ke-NU-an Jilid I, Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Jatim.

Kritik atas Kebohongan Publik



darunnajah
Kritik atas Kebohongan Publik
Keresahan sejumlah tokoh agama mengawali tahun 2011 bukan tanpa alasan. Mereka menyuarakan keresahan umat. Pamrihnya kepentingan publik.
Oleh karena itu, pertemuan para tokoh agama yang digagas Maarif Institute, Senin (10/1), itu bermakna profetis. Di antaranya jauh dari muatan kepentingan politik praktis, kecuali sesuai dengan fungsi kenabian agama-agama menyuarakan apa yang dirasakan umat. Dan, justru dalam konteks fungsi itu, seruan mereka sah secara etis dan moral, sepantasnya mendapatkan perhatian.
Seruan profetisnya jelas. Pemerintah melakukan kebohongan-kebohongan publik, menyitir istilah Ahmad Syafii Maarif. Kekuasaan atas nama rakyat dikelola tidak terutama untuk kebaikan bersama. Seruan itu terdengar sarkastis yang menggambarkan gentingnya keadaan. Kebohongan tidak saja dilakukan eksekutif, tetapi juga yudikatif dan legislatif—tiga lembaga negara demokratis.
Peristiwa aktual-heboh pelantikan terdakwa kasus korupsi Wali Kota Tomohon Jefferson Rumajar dan penanganan terdakwa kasus mafia pajak Gayus Tambunan sekadar dua contoh. Legalitas pelantikan berbenturan dengan rasa keadilan publik. Kasus pelesir Gayus ke Bali, Makau, dan entah ke mana lagi mungkin hanya aberration (penyimpangan) kasus raksasa masalah mafia pajak.
Dua contoh di atas merupakan puncak gunung es sikap dasar (optio fundamentalis) tidak jujur, tertutup praksis politis yang menafikan kebaikan bersama sebagai acuan berpolitik. Media massa sudah nyinyir menyampaikan praksis kebohongan yang seolah-olah majal berhadapan dengan kerasnya batu karang nafsu berkuasa.
Begitu liat-rakusnya kekuasaan sampai kebenaran yang menyangkut data pun dinafikan. Kebohongan demi kebohongan dilakukan tanpa sadar sebagai bagian dari praksis kekuasaan tidak prorakyat. Jati diri sosiologi praktis para tokoh agama adalah menyuarakan seruan profetis, representasi keresahan dan keprihatinan umat. Kita tangkap dalam ranah itulah kritik atas kebohongan publik para tokoh agama. Hendaknya disikapi sebagai seruan profetis, seruan mengingatkan rakusnya kekuasaan, dan ajakan elite politik kembali kepada jati diri sebagai pelayan masyarakat.
Kritik atas kebohongan niscaya disampaikan semata- mata karena rasa memiliki atas masa depan negeri bangsa ini. Seruan mereka tidak dengan maksud mengajak berevolusi, tetapi menyuarakan nurani etis-moralistis. Mereka pun tidak bermaksud membakar semangat revolusioner, tetapi penyadaran bersama tentang gawatnya keadaan. Suara kenabian mengajak laku otokritik, bersama-sama melakukan evaluasi dan refleksi. Bahwa kekuasaan atas mandat rakyat perlu dikelola untuk bersama-sama maju.
Pluralitas Indonesia sebagai realitas yang sudah niscaya perlu terus dikembangkan, dimanfaatkan sebagai sarana memajukan rakyat. Sekaligus menghentikan ”patgulipat” apologetis atas nama rakyat. Rakyat seharusnya menjadi titik pusat dan batu penjuru atas praksis kekuasaan.
Perekonomian Vietnam Tersendat
Bahaya korupsi dan inefisiensi semakin dirasakan sebagai faktor penghambat percepatan proses pembangunan ekonomi Vietnam.
Pernah disebut-sebut sebagai salah satu calon macan Asia, perekonomian Vietnam kini berada di bawah tekanan berat. Angka inflasi tahun lalu, misalnya, mencapai 11,8 persen, sementara defisit perdagangan mencapai 12 miliar dollar AS dan defisit anggaran 7,4 persen atau melampaui perkiraan semula 6,2 persen.
Gambaran kerapuhan ekonomi semakin terlihat jelas dalam nilai tukar mata uang dong yang didevaluasi sampai tiga kali dalam 14 bulan terakhir. Sebagai dampaknya, masyarakat memburu dollar dan emas karena tidak terlalu percaya lagi kepada dong.
Guncangan ekonomi bahkan membuat oleng kelompok galangan kapal Vinashin yang menjadi salah satu andalan industri bangsa itu. Galangan kapal itu memiliki utang 4,4 miliar dollar AS dan gagal mencicil utangnya kepada kreditor internasional, bulan lalu. Kegagalan Vinashin, sebagai perusahaan negara, telah memberikan dampak negatif atas tingkat kepercayaan terhadap sejumlah perusahaan negara yang semula diharapkan sebagai lokomotif dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi.
Ancaman kebangkrutan Vinashin tidak terlepas dari manajemen pemerintahan yang tidak efisien dan korup di bawah sistem totalisasi dan sentralisasi komunisme. Perkembangan di Vietnam sekaligus memperlihatkan potret berbeda dengan China meski sama-sama menganut satu sistem partai, Partai Komunis.
Para pemimpin Partai Komunis di China justru berada di garis depan dalam kampanye memberantas korupsi dan menegakkan efisiensi. Pengalaman China memperlihatkan, pertumbuhan ekonomi melesat dengan cepat sejak praktik korupsi mulai diberantas secara serius dan tata kelola pemerintahan bersih dijalankan.
Bagaimanapun kejahatan menjadi faktor penghambat paling berat bagi kemajuan ekonomi dan bisa menjadi sandungan berbahaya menuju jurang kebangkrutan negara dan bangsa. Vietnam atau Indonesia tidak bisa melesat maju dalam pertumbuhan ekonomi jika terus disandera oleh praktik korupsi yang merebak luas dari pusat sampai ke daerah-daerah. Upaya pemberantasan korupsi masih sebatas retorika, belum memperlihatkan keseriusan.
Para analis berkesimpulan, praktik korupsi dan inefisiensi tidak hanya menghambat, tetapi juga mengancam kemajuan ekonomi Vietnam. Pemerintah Vietnam kini berjuang keras untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang rata-rata 7 persen per tahun. Kongres lima tahunan Partai Komunis yang diadakan pekan ini akan dijadikan ajang mengevaluasi perekonomian, tetapi tampaknya jauh lebih penting bagaimana mencari terobosan bagi pembangunan yang lebih cepat, bebas korupsi, dan lebih efisien.

Mengatasi Anak-Anak Penderita Gangguan Prilaku



Mengatasi Anak-Anak Penderita Gangguan Prilaku
Perilaku Agresif secara psikologis berarti cenderung (ingin) menyerang kepada sesuatu yang dipandang sebagai hal yang mengecewakan, menghalangi atau menghambat (KBBI: 1995: 12). Perilaku ini dapat membahayakan anak atau orang lain. misalnya, menusukan pensil yang runcing ke tangan temannya, atau mengayun-ngayunkan tasnya sehingga mengenai orang yang berada di sekitarnya. Ada juga anak yang selalu memaksa temannya untuk melakukan sesuatu yang ia inginkan, bahkan tidak sedikit pula anak yang mengejek atau membuat anak lain menjadi kesal.
Agresif terjadi pada masa perkembangan. Perilaku agresif sebenarnya sangat jarang ditemukan pada anak yang berusia di bawah 2 tahun. Namun, ketika anak memasuki usia 3-7 tahun, perilaku agresif menjadi bagian dari tahapan perkembangan mereka dan sering kali menimbulkan masalah, tidak hanya di rumah tetapi juga disekolah. Diharapkan setelah melewati usia 7 tahun, anak sudah lebih dapat mengendalikan dirinya untuk tidak menyelesaikan masalah dengan perilaku agresif. Tetapi, bila keadaan ini menetap, maka ada indikasi anak mengalami gangguan psikologis.
Karakteristik Perilaku Agresif
Secara umum, yang dimaksud dengan gangguan emosi dan perilaku adalah ketidakmampuan yang ditunjukan dengan respons emosional atau perilaku yang berbeda dari usia sebayanya, budaya atau norma sosial. Ketidakmampuan tersebut akan mempengaruhi prestasi sekolah yaitu prestasi akademik, interaksi sosial dan ketrampilan pribadinya. Ketidakmampuan ini sifatnya menetap dan akan lebih tampak bila sang anak berada dalam situasi yang dirasakan menegangkan olehnya.
Gangguan emosi dan perilaku dapat saja muncul bersama gangguan psikologis lain, misalnya ADD ( Attention Deficit Disorder) yaitu gangguan pemusatan pikiran (GPP) atau ADHD ( Attention Dificit and Hyperactive Disorder)yaitu gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas ( GPPH) ataupun retardasi mental.
Faktor Penyebab Anak Berperilaku Agresif
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat (dalam Masykouri, 2005: 12.7) sekitar 5-10% anak usia sekolah menunjukan perilaku agresif. Secara umum, anak laki-laki lebih banyak menampilkan perilaku agresif, dibandingkan anak perempuan. Menurut penelitian, perbandingannya 5 berbanding 1, artinya jumlah anak laki-laki yang melakukan perilaku agresif kira-kira 5 kali lebih banyak dibandingkan anak perempuan.
Lebih lanjut Masykouri menejelaskan, penyebab perilaku agresif diindikasikan oleh empat faktor utama yaitu gangguan biologis dan penyakit, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan pengaruh budaya negatif. Faktor-faktor penyebab ini sifatnya kompleks dan tidak mungkin hanya satu faktor saja yang menjadi penyebab timbulnya perilaku agresif.
Keempat faktor penyebab tersebut seperti berikut:
A. Faktor Biologis
Emosi dan perilaku dapat dipengaruhi oleh faktor genetic, neurologist atau faktor biokimia, juga kombinasi dari faktor ketiganya. yang jelas, ada hubungan antara tubuh dan perilaku, sehingga sangat beralasan untuk mencari penyebab biologis dari gangguan perilaku atau emosional. misalnya, ketergantungan ibu pada alcohol ketika janin masih dalam kandungan dapat menyebAnak berkebutuhan khususan berbagai gangguan termasuk emosi dan perilaku. Ayah yang peminum alkohol menurut penelitaian juga beresiko tinggi menimbulkan perilaku agresif pada anak. Perilaku agresif dapat juga muncul pada anak yang orang tuanya penderita psikopat (gangguan kejiwaan).
Semua anak sebenarnya lahir dengan keadaan biologis tertentu yang menentukan gaya tingkah laku atau temperamennya, meskipun temperamen dapat berubah sesuai pengasuhan. Selain itu, penyakit kurang gizi, bahkan cedera otak, dapat menjadi penyebab timbulnya gangguan emosi atau tingkah laku.
B. Faktor Keluarga
Faktor keluarga yang dapat menyebAnak berkebutuhan khususan perilaku agresif dapat diidentifikasikan seperti berikut.
  1. Pola asuh orang tua yang menerapkan disiplin dengan tidak konsisiten. Misalnya orang tua sering mengancam anak jika anak berani melakukan hal yang menyimpang. Tetapi ketika perilaku tersebut benar-benar dilakukan anak hukuman tersebut kadang diberikan kadang tidak, membuat anak bingung karena tidak ada standar yang jelas. hal ini memicu perilaku agresif pada anak. Ketidakonsistenan penerapan disiplin jika juga terjadi bila ada pertentangan pola asuh antara kedua orang tua, misalnya si Ibu kurang disiplin dan mudah melupakan perilaku anak yang menyimpang, sedang si ayah ingin memberikan hukuman yang keras.
  2. Sikap permisif orang tua, yang biasanya berawal dari sikap orang tua yang merasa tidak dapat efektif untuk menghentikan perilaku menyimpang anaknya, sehingga cenderung membiarkan saja atau tidak mau tahu. Sikap permisif ini membuat perilaku agresif cenderung menetap.
  3. Sikap yang keras dan penuh tuntutan, yaitu orang tua yang terbiasa menggunakan gaya instruksi agar anak melakukan atau tidak melakukan sesuatu, jarang memberikan kesempatan pada anak untuk berdiskusi atau berbicara akrab dalam suasana kekeluargaan. Dalam hal ini muncul hukum aksi-reaksi, semakin anak dituntut orang tua, semakin tinggi keinginan anak untuk memberontak dengan perilaku agresif.
  4. Gagal memberikan hukuman yang tepat, sehingga hukuman justru menimbulkan sikap permusuhan anak pada orang tua dan meningkatkan sikap perilaku agresif anak.
  5. Memberi hadiah pada perilaku agresif atau memberikan hukuman untuk perilaku prososial.
  6. Kurang memonitor dimana anak-anak berada
  7. Kurang memberikan aturan
  8. Tingkat komunikasi verbal yang rendah
  9. Gagal menjadi model yang
  10. Ibu yang depresif yang mudah marah
C. Faktor Sekolah
Beberapa anak dapat mengalami masalah emosi atau perilaku sebelum mereka mulai masuk sekolah, sedangkan beberapa anak yang lainnya tampak mulai menunjukkan perilaku agresif ketika mulai bersekolah. Faktor sekolah yang berpengaruh antara lain: 1) teman sebaya, lingkungan sosial sekolah, 2) para guru, dan 3) disiplin sekolah.
  1. Pengalaman bersekolah dan lingkungannya memiliki peranan penting dalam pembentukan perilaku agresif anak demikian juga temperamen teman sebaya dan kompetensi sosial
  2. Guru-guru di sekolah sangat berperan dalam munculnya masalah emosi dan perilaku itu. Perilaku agresifitas guru dapat dijadikan model oleh anak.
  3. Disiplin sekolah yang sangat kaku atau sangat longgar di lingkungan sekolah akan sangat membingungkan anak yang masih membutuhkan panduan untuk berperilaku. Lingkungan sekolah dianggap oleh anak sebagai lingkungan yang memperhatikan dirinya. Bentuk pehatian itu dapat berupa hukuman, kritikan ataupun sanjungan.
D. Faktor Budaya
Pengaruh budaya yang negatif mempengaruhi pikiran melalui penayangan kekerasan yang ditampilkan di media, terutama televisi dan film. Menurut Bandura (dalam Masykouri, 2005: 12.10) mengungkapkan beberapa akibat penayangan kekerasan di media, sebagai berikut.
  1. Mengajari anak dengan tipe perilaku agresif dan ide umum bahwa segala masalah dapat diatasi dengan perilaku agresif.
  2. Anda menyaksikan bahwa kekerasan bisa mematahkan rintangan terhadap kekerasan dan perilaku agresif, sehingga perilaku agresif tampak lumrah dan bisa diterima.
  3. Menjadi tidak sensitif dan terbiasa dengan kekerasan dan penderitaan (menumpulkan empati dan kepekaan sosial).
  4. Membentuk citra manusia tentang kenyataan dan cenderung menganggap dunia sebagai tempat yang tidak aman untuk hidup.
Akibat sering nonton salah satu kartun, dan film robot di beberapa stasiun TV, anak cenderung meniru tokoh tersebut dan selain itu juga meniru perilaku saudara sepupu teman sepermainannya. Terkadang orang tua melarang putra – putrinya untuk menonton film – film kartun dan film robot tersebut tentunya dengan memberikan penjelasan, tetapi belum membuahkan hasil yang maksimal.
Selain itu, faktor teman sebaya juga merupakan sumber yang paling mempengaruhi anak. Ini merupakan faktor yang paling mungkin terjadi ketika perilaku agresif dilakukan secara berkelompok. Ada teman yang mempengaruhi mereka agar melakukan tindakan-tindakan agresif terhadap anak lain. Biasanya ada ketua kelompok yang dianggap sebagai anak yang jagoan, sehingga perkataan dan kemauanya selalu diikuti oleh temannya yang lain. Faktor-faktor tersebut di atas sangat kompleks dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Tips Menangani Anak Agresif
Untuk membahas permasalahan agresif yang telah dibahas penulis menggunakan Teori Pembentukan Tingkah laku sebagaimana disampaikan oleh Eniarti, Budi Pratiti, Cecep Sugeng K Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mereka menyebutkan bahwa perilaku anak dapat dibentuk melalui pengalaman maupun pengamatan. Teori ini mengemukakan tiga proposisi tentang pembentukan perilaku yaitu: (1) Perilaku diperkuat oleh reinforcement, (2) Perilaku yang mendapat reinforcement secara konsisten akan lebih kuat terbentuk, (3) perilaku baru dapat dipelajari melalui modeling. Perilaku terjadi sebagai hasil dari saling peran antara faktor kognitif dan lingkungan, suatu konsep yang dikenal sebagai mekanisme timbal balik (reciprocal determinism).
Orang belajar dengan mengobservasi orang lain, baik secara disengaja maupun tidak disengaja yang dikenal sebagai modelling atau belajar melalui peniruan. Jika model yang dipilih mencerminkan norma dan nilai-nilai yang sehat, seseorang mengembangkan kemanjuran diri (self efficacy), yaitu kemampuan untuk mengadaptasi kehidupan setiap hari yang normal dan situasi yang mengancam.
A. Memberi Hukuman yang Efektif Kepada Anak
Pertama, Memberi pelajaran kepada anak agar dapat berperilaku baik tidak perlu dengan cara kekerasan, dengan pukulan. Memukul adalah bukan cara yang baik untuk menghentikan perilaku buruk anak. Justru boleh jadi hanya akan membuat anak merasa bingung, kecewa dan terluka bathinnya. Ia tidak akan percaya bahwa orang yang selama ini dianggap sebagai tempatnya berlindung dan mendapatkan kasih sayang ternyata berbuat kasar terhadapnya.
Kedua, Pukulan yang dilakukan orangtua dapat menghentikan perilaku buruk anak. Tetapi boleh jadi hanya untuk sementara, pada saat itu saja. Anak akan taat kepada orangtua karena perasaan takut dipukul, bukan karena ia memahami permasalahan yang sebenarnya terjadi. Sedangkan untuk jangka panjang mungkin saja anak akan mengulangi lagi perbuatan buruknya, bahhkan boleh jadi lebih buruk dari sebelumnya. Ia akan melakukan pembalasan terhadap orangtuanya dengan cara melakukan tindakan yang dapat membuat orang tua merasa pusing, jengkel, malu dan terganggu aktivitasnya.
Ketiga, Ada banyak alternatif hukuman fisik yang lebih efektif daripada pukulan. Di antaranya, memperingatkan dengan kata-kata, menyingkirkan mainan kesukaannya, membatasi penggunaan televisi, komputer, sepeda, atau aktivitas menarik lainnya. Selain itu, bawa dia ke tempat ‘menenangkan diri’ yang berbeda dari kamar tidurnya; bisa di pojok ruangan, kursi khusus, atau dengan cara menidurkannya lebih awal (Deborah K. Parker M.Ed, 2005).
B. Menghadapi Anak Yang Suka Agresif Mengamuk Di Depan Umum
Kita pastinya tidak ingin bermasalah dengan orang lain di tempat umum hanya gara-gara anak kita. Ada beberapa cara untuk menghadapi anak yang suka agresif di depan umum.
  1. Perlu adanya pengertian dan kesabaran orangtua.
  2. Tidak perlu dengan cara kekerasan fisik. Tenangkanlah anak dengan pelukan. Tanyakan kepadanya apa yang ia inginkan dan pastikan kepadanya bahwa orangtua akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya.
  3. Apabila orangtua memiliki acara untuk pergi ke luar rumah sebelum berangkat orangtua membuat perjanjian dulu dengannya. Hal ini perlu dilakukan supaya anak mengerti dan dapat menjaga sikap ketika ia sedang berada di depan umum. Bicarakanlah konsekuensinya apabila anak melanggar janji. Namun, jika anak mampu menjaga sikapnya dengan baik di depan umum maka tidak ada salahnya orangtua memberikan pujian, pelukan, ciuman, atau mungkin memberikan hadiah kecil yang ia sukai .
  4. Jika agresifitas itu ke hal yang positif, cara mengatasinya, biarkan saja si anak melakukan apa yang di inginkannya tapi perlu pengarahan, pengawasan dan jangan terlalu banyak melarang kemauannya yang positif, takutnya justru “membunuh” kreatifitas dan daya imajinasinya karena anak seusia ini lagi dalam proses penjajakan lingkungan, penyesuain diri, mungkin bisa di bilang masa “puber” anak balita”, yang bisa kita lakukan hanya meminimalkan efeknya.
  5. Bertingkah agresif yang mengarah ke kreativitas anak boleh saja (tidak terhitung barang – barang di rumah yang rusak oleh anak-anak), tapi memukul, menyakiti orang lain dan bersikap tidak sopan adalah lain soal. Juga, kalau merusaknya karena mereka curious, karena rasa keingintahuannya tidak masalah. Misalnya karena anak ingin mengetahui apa jadinya kalau es lilin dimasukkan ke dalam gelas yang berisi teh? Tapi kalau sengaja membanting gelas karena marah atau karena kemauannya tidak dituruti, itu berarti ada masalah besar dengan si anak.
  6. Larangan bermain bersama. Anak yang sudah terlihat gejala agresif mereka kita kelompokkan tersendiri.
  7. Untuk memperbaiki perilaku agresif bukannya dicampur dengan anak yang kalem, apalagi kalau anak kalem itu lebih introvert, dengan harapan yang agresif akan jadi kalem. Barangkali tidak begitu, justru akan menyebAnak berkebutuhan khususan rasa tidak aman bagi perkembangannya.
Mengacu pada tindakan-tindakan di atas, penanganan anak dengan perilaku agresif harus diperhatikan juga penanganan atas anak yang menjadi korban perilaku tersebut. Tidak jarang, ada sekelompok anak yang selalu menjadi korban dari para jagoan, karena ketidakmampuannya untuk mempertahankan atau membela diri dari perilaku agresif teman yang lain.
Penanganan terhadap anak yang berperilaku agresif harus dilaksanakan secara menyeluruh, artinya semua pihak harus terlibat, termasuk orang tua, guru dan lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan uraian pembahasan cara penanganan terhadap anak berperilaku agresif di atas dapat disimpulkan bahwa penanganan terhadap anak yang berperilaku agresif harus dilaksanakan secara menyeluruh, artinya semua pihak harus terlibat, termasuk orang tua, guru dan lingkungan sekitarnya. Beberapa alternatfi penanganan terhadap anak berperilaku aresif dengan memberi hukuman yang efektif kepada anak dan perlu adanya pengertian dan kesabaran orangtua.



Daftar pustaka




















Makalah
Fsikologi  Pendidikan
Mengatasi Anak-Anak Penderita Gangguan Prilaku

 





Dosen :
Disusun oleh:



INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN